Halaman

Rabu, 07 Mei 2014

FENOMENA PEMILU LEGISLATIF MENUJU PEMILU EKSEKUTIF 2014



FENOMENA PEMILU LEGISLATIF MENUJU PEMILU EKSEKUTIF
2014


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pendidikan Pancasila
yang dibina oleh Dr. M. Yudi Batubara, S.H., M.H.




oleh
Ach. Faris Yulianto                             (130111613636)
Andhika Cahya Putera P                    (130111613643)
Dewi Sufiyanti                                    (130111600050)
Fifi Suryani                                         (130111613638)
Jessy Ardilla Putri                               (130111613640)
M. Bahrul Ulum                                  (130111613644)
Samawatul Chofiyah                          (130111613639)
Ulfa Yuniarisla                                    (130111600043)








UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
April 2014



BAB I

1.      Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum sebanyak tiga kali – 1999, 2004, dan 2009 – sejak kembali ke bentuk demokrasi. Kualitas penyelenggaraan Pemilu 1999 dan 2004 mengalami kemajuan yang baik, namun terjadinya skandal besar pengadaan, tidak berfungsinya undang-undang kepemiluan, dan komisi pemilihan umum yang mengalami banyak permasalahan berujung kepada Pemilu 2009 yang kualitasnya jauh di bawah standar – diselamatkan terutama oleh selisih perolehan suara yang signifikan dan meyakinkan. Dilatari oleh bermasalahnya Pemilu 2009, harapan dan risiko dalam penyelenggaraan Pemilu 2014 yang akan datang sangatlah signifikan dan merupakan sebuah tantangan besar yang harus dihadapi oleh 2.659 orang komisioner pemilihan umum yang baru dipilih di tingkat nasional dan daerah.
Kita mempelajari mengenai pemilu sangatlah penting karena sebagai warga Indonesia dimana merupakan Negara hukum yang memilih pemerintah oleh rakyat, untuk rakyat, dan kepada rakyat. Oleh karena itu, perlu diterapkan sejak dini untuk memperkenalkan kepada anak-anak pentingnya memilih wakil pemerintahan yang akan melaksanakan tugas mensejahterakan rakyatnya, memberantas korupsi, mengatasi masalah-masalah yang ada pada Negara Indonesia, dan lain sebagainya. Demikian pula masyarakat harus ikut serta dalam pemilu tersebut, memberikan suara mereka dengan mengurangi angka golput supaya menjadikan contoh kepada generasi muda.
1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penjabaran makalah ini dijelaskan sebagai berikut.
1.      Bagaimanakah pemilu di Indonesia?
2.      Bagaimanakah fenomena pemilu legislatif dan pemilu eksekutif di Indonesia?
3.      Bagaimanakah perbedaan dan persamaan pemilu legislatif dengan pemilu eksekutif di Indonesia?
1.3  Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini sebagai berikut.
1.      Mendeskripsikan pemilu di Indonesia.
2.      Mendeskripsikan fenomena pemilu legislatif dan pemilu eksekutif di Indonesia.
3.      Mendeskripsikan perbedaan dan persamaan pemilu legislatif dengan pemilu eksekutif di Indonesia.


BAB II
2.      Pembahasan
2.1.   Pemilu di Indonesia
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan. Sistem pemilihan umum di Indonesia dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:
a.      Berdasarkan daftar peserta partai politik
Sistem pemilihan umum terbagi 2 jenis yaitu:
1.      Sistem terbuka, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama dan foto peserta partai politik.
  1. Sistem tertutup, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama partai politik tertentu. Kedua sistem memiliki persamaan yaitu pemilih memilih nama tokoh yang sama di mana tokoh-tokoh tersbut bisa bermasalah di depan publik.
b.      Berdasarkan perhitungan
Sistem pemilihan umum terbagi 3 jenis yaitu
  1. Sistem distrik (plurality system), yaitu perhitungan sederhana yaitu calon peserta politik mengumpulkan dalam jumlah suara terbanyak. Jenis sistemnya:
    1. Mayoritas multak (First Past The Post/FPTP)
    2. Suara alternatif (Alternative Vote/AV)
    3. Suara blok (Block Vote/BV)
    4. Sistem putaran dua (Two Round System/TRS)
  2. Sistem semi proporsional (semi proportional system), yaitu perhitungan sistem distrik yang menjembatani proporsional. Jenis sistemnya:
    1. Suara non dipindahtangankan tunggal (Single Non Transferable Vote/SNTV)
    2. Sistem paralel (Parallel system)
    3. Suara terbatas (Limited vote)
    4. Suara kumulatif (Cumulative vote)
  3. Sistem proporsional (proportional system), yaitu perhitungan rumit yaitu calon peserta politik mengumpulkan dengan menggunakan bilangan pembagi pemilih. Jenis sistemnya:
    1. Suara dipindahtangankan tunggal (Single Transferable Vote/STV)
    2. Perwakilan proporsional (Proportional Representative/PR)
    3. Daftar partai (Party-list)
      1. Daftar terbuka (Open-list)
      2. Daftar tertutup (Close-list)
      3. Daftar lokal (Local-list)
    4. Anggota proporsional campuran (Mixed Member Proportional/MMP)
Pelaksanaan Pemilu di Indonesia didasarkan pada landasan berikut :
1.      Landasan Ideal, yaitu Pancasila, terutama sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
2.      Landasan Konstitusional; yaitu UUD 1945 yang termuat di dalam:
a.       Pembukaan Alinea ke empat.
b.      Batang Tubuh pasal 1 ayat 2.
c.       penjelasan Umum tentang sistem pemerintahan Negara.
3.      Landasan Operasional; yaitu GBHN yang berupa ketetapan-ketetapan MPR serta peraturan perundang-undangan lainnya.

2.2  Fenomena Pemilu Legislatif dan Pemilu Eksekutif di Indonesia
A.    Fenomena Pemilu Legislatif di Indonesia
Pemilihan terhadap anggota DPR, DPD dan DPRD merupakan pemilihan umum sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat dalam menghasilkan wakil rakyat yang aspiratif, berkualitas, dan bertanggung jawab berdasarkan Pancasila dan Amandemen UUD 1945. Sebagai negara yang berdemokrasi dalam menghargai hak-hak perorangan untuk memilih dan di pilih adalah bentuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang memang sudah menjadi bagian dari unsur-unsur ketatanegaraan. Undang-Undang tentang pemilihan parlementer mengatur pelaksanaa pemilihan wakil rakyat secara efektif, dan efisien yang berdasarkan asas langsung, umum, rahasia, jujur dan adil. selanjutnya akan dijelaskan secara umum pemilu parlementer tahun 2014 yang berdasarkan pada UU No. 8 Tahun 2012. Berikut fenomena yang terjadi menuju pemilu legislatif.
·         Fenomena Caleg pindah Parpol
Berbeda dengan pemilu 2009 dimana pesertanya berjumlah 38 parpol, pemilu 2014 nanti hanya akan diikuti oleh 12 partai politik. Hal tersebut mengakibatkan banyak politisi dan anggota dewan baik di tingkat pusat maupun daerah yang pindah partai politik hanya untuk mendapatkan tumpangan untuk Pemilu 2014 nanti dan mempertahankan posisinya sebagai wakil rakyat. Caleg yang saat ini sedang menduduki posisi sebagai anggota dewan diharuskan mengundurkan diri dari jabatannya apabila ingin pindah partai. Yang membuat kita semakin berdecak adalah di beberapa daerah sejumlah anggota Dewan ngotot mempertahankan hak-haknya (gaji, tunjangan) sebagai anggota dewan meski sudah mengundurkan diri.
Nampaknya benar jika budaya tidak tahu malu sangat lekat  dengan anggota dewan. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah kenyataan bahwa sebagian besar anggota dewan kita adalah anggota dewan yang oportunis, yang mementingkan keuntungan bagi dirinya ketimbang kesungguhan dan pengabdian untuk memperjuangkan rakyat.
·         Fenomena Caleg Selebriti
Fenomena ini sudah muncul dalam pemilu 2004 dan 2009. Tercatat beberapa nama selebritis yang menjadi wakil rakyat. Namun sepertinya jumlah artis yang mendaftar sebagai calon legislatif semakin menjamur di pemilu 2014. Setidaknya ada 44 nama artis yang terdaftar dalam daftar calon legislatif. Hal tersebut dapat mengancam kestabilan sistem politik Indonesia apabila mereka terpilih, karena menurut beberapa pengamat jumlah anggota legislatif dari kalangan selebritis yang mumpuni hanya beberapa saja. Rendahnya kualitas legislatif akan berakibat pada lemahnya fungsi kontrol terhadap eksekutif sehingga akan mengancam kestabilan sistem politik.
·         Banyaknya Bacaleg Incumbent “pembolos” yang kembali nyaleg
Fenomena lain yang menarik dari pemilu 2014 adalah banyaknya anggota dewan yang suka membolos, namun masih mencalonkan diri sebagai caleg 2014. Lagi-lagi rasa malu seperti sudah hilang. Memang hal ini secara legal tidak menyalahi aturan, namun secara etika politik hal tersebut tetap tidak elok. Meskipun kualitas anggota dewan tidak diukur semata-mata dari kehadirannya, namun kita tentu saja tidak menghendaki wakil kita yang tidak disiplin.
·         Fenomena Dibalik Perhitungan Cepat Pemilu Legislatif 2014
Hari Rabu kemarin jutaan orang berbondong-bondong datang ke tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia. Dari DPT yang sekitar 186 juta orang diperkirakan setidaknya 75%-nya telah menjalankan hak untuk memilih sejumlah 230.000 kandidat yang akan memperebutkan 20.000 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPRD dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pemilu hari Rabu ini merupakan peristiwa yang penting karena juga akan menentukan siapa yang bisa maju dalam pemilihan presiden pada bulan Juli nanti. Semua mata saat ini tertuju pada partai oposisi terbesar PDI Perjuangan yang berdasarkan quick count dari beberapa lembaga survey meraih suara terbanyak.
Dari hasil quick count yang diselenggarakan oleh CSIS-Cyrus menunjukkan PDI-P meraih 19,36%, berada di peringkat pertama, di bawah dari target partai sebesar 27%. Disusul kemudian oleh Partai Golkar dengan suara sebesar 14,3%. Posisi ketiga adalah Partai Gerindra dengan perolehan suara sebesar 11,8%.  Lalu disusul berturut-turut oleh Partai Demokrat 9,6%, PKB 9,2%, PAN 7,5%. PKS berhasil meraih 6,9% dan menempati posisi di bawah PAN. Di bawahnya PPP  dengan suara sebesar 6,7%. Kemudian disusul Partai Hanura 5,5%, PBB 1,6%, dan PKPI 1,1%.
Rilis quick count dari beberapa lembaga survey lainnya, seperti LSI, SRMC, atau media Kompas, dll juga menunjukkan angka yang kurang lebih sama. Metode ini dalam pemilu-pemilu sebelumnya terbukti cukup akurat untuk memprediksi hasil akhir pemilu. Hasil resmi perhitungan suara versi Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan diumumkan pada awal Mei.
Alfred Pakasi, Deputy Chairman dan CEO dari Vibiz Consulting menyampaikan ada beberapa fenomena politik yang terjadi  dari hasil quick count ini, sebagai berikut. Pertama, telihat bahwa partai favorit kali ini PDIP memang mengungguli tapi tidak mencapai angka minimum 20%. Ternyata “Jokowi Effect” tidak  terlalu berpengaruh dalam Pemilu Legislatif kali ini, kemungkinan ini disebabkan kampanye partai yang kurang efektif atau negative campaign dari partai lain yang menjadi efektif. Kedua, mengenai pencapaian Golkar yang cukup tinggi, yaitu 14,3%, yang relative stabil dari hasil pemilu 2009. Ini menunjukkan bahwa sebagai partai yang paling berpengalaman telah memiliki basis massa yang cukup loyal. Fenomena ketiga adalah dengan hasil yang dicapai oleh Gerindra yang melejit dari 4,4% di pemilu sebelumnya menjadi 11,8%, suatu kenaikan hampir tiga kali lipat. Ini merupakan partai yang paling menyerap limpahan dari partai yang sedang berkuasa saat ini. Nampaknya kampanye yang dilakukan cukup efektif dimana isinya menjanjikan akan adanya perubahan.
Bagaimana dengan pandangan dari kacamata dunia bisnis? Melihat kepada pencapaian Demokrat yang anjlok menjadi 9,6% setelah 10 tahun  berkuasa, bisa jadi ini karena isyu korupsi yang telah menerpa para petinggi partai. Nampaknya kalangan dunia bisnis menghendaki adanya perubahan, suatu pemerintah yang lebih bersih dan berorientasi kepada karya nyata. Itu pula agaknya yang mendongkrak perolehan suara pada khususnya partai PDIP dan Gerindra.
Tentunya fenomena di atas tidak menjadi masalah jika rakyat Indonesia menjadi pemilih yang cerdas di Pemili 2014 nanti. Wajah Indonesia setelah Pemilu 2014 nanti kitalah yang menentukan. Jika kita menjadi pemilih pragmatis, yang pertimbangannya adalah materi dan kepoluleran, semakin jauh dari pertimbangan yang bersifat nilai, maka mustahil kita bangkit dari keterpurukan. Untuk itulah peran dari LSM, akademisi, dan ormas sangat dibutuhkan guna memberikan pendidikan politik untuk rakyat, karena partai politik tidak bisa lagi diandalkan.
B.     Fenomena Pemilu Eksekutif di Indonesia
Pemilihan eksekutif atau presiden dan wakil presiden merupakan sarana demokrasi secara langsung untuk menentukan pemimpin dalam menjalankan roda pemerintahan untuk menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Electoral presiden dan wakil presiden diatur dalam UU no. 42 tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Asas pemilihan umum presiden dan wakil presiden dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, hanya sedikit penjelasan sekitar pemilu presiden dan wakil presiden yang akan dijabarkan yaitu sekitar penentuan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Pasal 8 dan 9 mengatur tentang penentuan calon presiden dan wakil presiden,antaralain; Calon presiden dan wakil presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik;
Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 2,5 % (dua koma lima persen) dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden.
Jadi, ketika seseorang ingin maju dalam bursa calon presiden dan wakil presiden harus, melihat dulu partai politik mana yang telah memenuhi syarat untuk bisa menjadikan kendaraan politik dalam pemilu presiden dan wakil presiden.
2.3 Perbedaan dan Persamaan Pemilu Legislatif dengan Pemilu Eksekutif di Indonesia
Tahun 2009 merupakan tahun yang menggembirakan bagi bangsa Indonesia karena tahun ini merupakan salah satu wadah bagi perubahan indonesia ke arah yang lebih baik lagi melalui pemilu di bidang legislatif maupun Eksekutif. masyarakat Indonesia sangat berharap terutama saya pemuda penerus perjuangan idealisme agar dalam pergantian para pemimpin dan wakil rakyat menjadi lebih baik daripada pemerintahan yang lalu yang saya anggap belum maksimal, buktinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) banyak menyeret berbagai kasus korupsi ke meja hijau yang melibatkan wakil dan pemimpin rakyat.
Semoga di pemerintahan yang baru ini tidak akan terulang kembali masalah-masalah yang memperburuk citra Indonesia di dalam maupun di luar negeri dan yang paling dirugikan adalah rakyat. Seperti yang kita ketahui pemilu legislatif telah kita jalankan pada 09 Mei 2009 yang lalu. terdapat berbagai perbedaan yang sangat signifikan terhadap tata cara pemilihan. pada saat pemilu 2004 kita telah menggunakan sistem coblos pada lambang, nama atau nomer urut partai tapi pemilu 2009 kita mendapatkan suatu sistem baru yaitu dengan cara mencontreng pada nama calon legislatif, pandangan awal saya mungkin ini merupakan wajah baru dalam menuju kedewasaan demokrasi di Indonesia.
Pandangan kami ternyata tidak sepenuhnya benar, kita lihat bukti dilapangan sebagian besar masyarakat Indonesia memilih dengan mencontreng nama parpol bukan pada nama calon legislatif dan alasan yang paling banyak digunakan masyarakat yaitu karena mereka belum kenal dengan para calan legislatif. masyarakat Indonesia sebagian besar bersikap pasif sehingga mereka tidak terlalu perduli terhadap kredibilitas calon. sedangkan untuk calon legislatif sendiri kurang mempromosikan diri dengan berbagai cara sehingga antusiasme maayarakat kurang tergugah.
Kejanggalan banyak terjadi pada saat pemilu legislatif 2009 kemarin, banyak ahli politik mengatakan pemilu legislatif 2009 ini merupakan yang paling tidak sempurna di bandingkann pemilu-pemilu sebelumnya. selain kejanggalan yang kita lihat di atas terdapat banyak sekali pelanggaran yang belum terselesaikan sampai-sampai Mahkamah Konstitusi (MK) mengagendakan rapat sebulan untuk membahas berbagai pelanggaran yang ada di tubuh KPU maupun Parpol yang berbuat curang. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai tidak serius dalam menghadapi Pemilu legislatif kemarin dikarena terdapat berbagai kesalahan dalam mendata Daftar Pemilih Tetap (DPT), tertukarnya surat suara dengan daerah lain sampai kesalahan dalam menginput data dalam perhitungan manual untuk perolehan kursi. Ini merupakan kesalahan fatal yang dilakukan KPU.
Setelah pemilu Legislatif sudah selesai kita memasuki pemilu Eksekutif dengan memilih langsung presiden dan wakil presiden. KPU menggunakan sistem treshold yang berarti hanya parpol yang memperoleh suara diatas atau 20% saja yang bisa mencalonkan kadernya untuk menjadi capres dan cawapres. belum lama ini KPU di datangi oleh pasangan pertama yang medaftar yaitu Jusuf Kalla -Wiranto yang diusung oleh Partai Golkar dan Hanura lalu disusul oleh pasangan Megawati – Prabowo yang diusung oleh Parta PDI-P dan Gerindra sore harinya disusul oleh pasangan ketiga yaitu Susilo Bambang Yudhoyono – Boediono yang diusung oleh parpol Demokrat, PKS, PAN, PKB, PAN dan 21 parpol kecil lainnya. mudah-mudahan koalisi yang mereka bentuk tidak hanya untuk bagi-bagi kekuasaan tapi untuk kepentingan rakyat semata dan KPU dapat bertindak lebih sigap lagi.
Persamaaan dari pemilu legislatif dan pemilu eksekutif adalah sama-sama dipilih oleh rakyat untuk memilih wakil rakyat yang dapat mensejahterakan rakyat. Tetapi pada kenyataannya wakil rakyat tidak mensejahterakan rakyatnya melainkan mensejahterakan dirinya sendiri dengan korupsi dan lain sebagainya. Pada kenyataan, banyak kasus korupsi yang semakin meresahkan masyarakat, yang penanganannya berlarut-larut sampai tidak ada titik terangnya. Mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi mereka tanpa memikirkan keresahan rakyat yang semakin parah.
Perbedaan dari pemilu legislatif dengan pemilu eksekutif adalah dalam pemilu legislatif yang dipilih adalah partai politiknya sedangkan orangnya ditentukan oleh partai. Seseorang yang menjadi anggota dewan menjadi perpanjangan parpol tersebut. Anggota dewan bias diberhentikan oleh partai dan bertanggung jawab utamanya kepada partai karena merupakan perpanjangan partai maka dikenal istilah Pergantian antar Waktu, untuk mengganti anggota dewan  dengan kader lain dari partai itu sendiri. Dalam suatu daerah pemilihan suatu partai bias mengajukan 120% dari jumlah kursi yang diperebutkan. Ini untuk antisipasi jika suatu saat anggota dewan tersebut di PAW karena berbagai alasan, seperti mundur, meninggal, kena kasus, atau menduduki jabatan lain.
Sementara jabatan eksekutif, yang dipilih adalah orangnya yang dicalonkan oleh partai, artinya partai mengajukan figure atau orang untuk dipilih. Ketika sudah dipilih maka orang tersebut bertanggung jawab utamanya kepada masyarakat pemilihnya. Jika yang bersangkutan tidak meneruskan amanahnya maka diteruskan oleh wakilnya, kalau wakilnya tidak bisa maka harus ada pemilihan ulang. Tidak ada istilah PAW dalam jabatan eksekutif karena ganti orang maka ganti kebijakan.



  

BAB III
3.      Penutup
3.1.   Simpulan
Mempelajari mengenai pemilu sangatlah penting karena sebagai warga Indonesia dimana merupakan Negara hukum yang memilih pemerintah oleh rakyat, untuk rakyat, dan kepada rakyat. Oleh karena itu, perlu diterapkan sejak dini untuk memperkenalkan kepada anak-anak pentingnya memilih wakil pemerintahan yang akan melaksanakan tugas mensejahterakan rakyatnya, memberantas korupsi, mengatasi masalah-masalah yang ada pada Negara Indonesia, dan lain sebagainya. Demikian pula masyarakat harus ikut serta dalam pemilu tersebut, memberikan suara mereka dengan mengurangi angka golput supaya menjadikan contoh kepada generasi muda.
3.2  Saran
Harapan kami sebagai warga Indonesia yaitu semoga di ajang pesta demokrasi rakyat ini benar-benar terpilih orang-orang yang perduli terhadap rakyat yang tidak hanya untuk kekuasaan dan kepentingan pribadi baik untuk wakil rakyat maupun pemimpin rakyat. semoga KPU bisa menjalankan tugasnya lebih baik lagi untuk pemilihan presiden dan wakil presiden agar tidak ada lagi kekacauan terhadap DPT atau yang lainnya. mudah-mudahan dengan pengalaman yang ada para petinggi negara mendapatkan kedewasaan politik untuk menerapkan politik yang sehat , jujur dan sportif agar terciptanya tujuan kita bersama yaitu menuju Indonesia yang Jaya.






DAFTAR PUSTAKA

Algyogi, Husaini. 2013. Menuju Pemilu 2014. Dalam http://politik.kompasiana.com/2013/07/05/menuju-pemilu-2014-574459.html
Wijaya, Surya Rizki.2009. Pemilu Legisatif dan Eksekutif Indonesia. dalam http://rizkisuryawijaya.wordpress.com/2009/05/19/pemilu-legislatif-dan-eksekutif-indonesia-2009-2014/.
Wikipedia. 2014. Pemilihan umum. dalam Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
Bidada, Karbit. dalam  KPU  Landasan Pemilu.htm
Uus, Kang. 2012. Bedanya Jabatan Eksekutif dan Legislatif. dalam http://kanguus.wordpress.com/2012/08/14/bedanya-jabatan-eksekutif-dan-legislatif/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar