FENOMENA PEMILU LEGISLATIF MENUJU PEMILU EKSEKUTIF
2014
MAKALAH
UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pendidikan
Pancasila
yang
dibina oleh Dr. M.
Yudi Batubara, S.H., M.H.
oleh
Ach. Faris Yulianto (130111613636)
Andhika Cahya Putera P (130111613643)
Dewi Sufiyanti (130111600050)
Fifi Suryani (130111613638)
Jessy Ardilla Putri (130111613640)
M. Bahrul Ulum (130111613644)
Samawatul Chofiyah (130111613639)
Ulfa Yuniarisla (130111600043)
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
April 2014
BAB
I
1.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pemilu merupakan salah
satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan
melakukan kegiatan retorika,
public relations,
komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda
di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik
agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau
politikus selalu komunikator politik. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu
juga disebut konstituen,
dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan
program-programnya pada masa kampanye.
Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan
suara. Setelah pemungutan suara
dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan
main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan
disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Indonesia telah
melaksanakan pemilihan umum sebanyak tiga kali – 1999, 2004, dan 2009 – sejak
kembali ke bentuk demokrasi. Kualitas penyelenggaraan Pemilu 1999 dan 2004
mengalami kemajuan yang baik, namun terjadinya skandal besar pengadaan, tidak
berfungsinya undang-undang kepemiluan, dan komisi pemilihan umum yang mengalami
banyak permasalahan berujung kepada Pemilu 2009 yang kualitasnya jauh di bawah
standar – diselamatkan terutama oleh selisih perolehan suara yang signifikan
dan meyakinkan. Dilatari oleh bermasalahnya Pemilu 2009, harapan dan risiko
dalam penyelenggaraan Pemilu 2014 yang akan datang sangatlah signifikan dan
merupakan sebuah tantangan besar yang harus dihadapi oleh 2.659 orang
komisioner pemilihan umum yang baru dipilih di tingkat nasional dan daerah.
Kita mempelajari
mengenai pemilu sangatlah penting karena sebagai warga Indonesia dimana merupakan
Negara hukum yang memilih pemerintah oleh rakyat, untuk rakyat, dan kepada
rakyat. Oleh karena itu, perlu diterapkan sejak dini untuk memperkenalkan
kepada anak-anak pentingnya memilih wakil pemerintahan yang akan melaksanakan
tugas mensejahterakan rakyatnya, memberantas korupsi, mengatasi masalah-masalah
yang ada pada Negara Indonesia, dan lain sebagainya. Demikian pula masyarakat
harus ikut serta dalam pemilu tersebut, memberikan suara mereka dengan
mengurangi angka golput supaya menjadikan contoh kepada generasi muda.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam penjabaran makalah ini dijelaskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah
pemilu di Indonesia?
2. Bagaimanakah
fenomena pemilu legislatif dan pemilu eksekutif di Indonesia?
3. Bagaimanakah perbedaan dan persamaan pemilu legislatif dengan pemilu
eksekutif di Indonesia?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dalam
makalah ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan
pemilu di Indonesia.
2. Mendeskripsikan
fenomena pemilu legislatif dan pemilu eksekutif di Indonesia.
3. Mendeskripsikan
perbedaan dan persamaan pemilu
legislatif dengan pemilu eksekutif di Indonesia.
BAB II
2.
Pembahasan
2.1. Pemilu di Indonesia
Pemilihan
Umum (Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik
tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil
rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang
lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti
ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering
digunakan. Sistem pemilihan umum di Indonesia dibagi menjadi dua kelompok besar
yaitu:
a. Berdasarkan daftar peserta partai politik
Sistem
pemilihan umum terbagi 2 jenis yaitu:
1. Sistem
terbuka, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama dan foto peserta partai
politik.
- Sistem tertutup, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama partai politik tertentu. Kedua sistem memiliki persamaan yaitu pemilih memilih nama tokoh yang sama di mana tokoh-tokoh tersbut bisa bermasalah di depan publik.
b.
Berdasarkan perhitungan
Sistem
pemilihan umum terbagi 3 jenis yaitu
- Sistem distrik (plurality system), yaitu perhitungan sederhana yaitu calon peserta politik mengumpulkan dalam jumlah suara terbanyak. Jenis sistemnya:
- Mayoritas multak (First Past The Post/FPTP)
- Suara alternatif (Alternative Vote/AV)
- Suara blok (Block Vote/BV)
- Sistem putaran dua (Two Round System/TRS)
- Sistem semi proporsional (semi proportional system), yaitu perhitungan sistem distrik yang menjembatani proporsional. Jenis sistemnya:
- Suara non dipindahtangankan tunggal (Single Non Transferable Vote/SNTV)
- Sistem paralel (Parallel system)
- Suara terbatas (Limited vote)
- Suara kumulatif (Cumulative vote)
- Sistem proporsional (proportional system), yaitu perhitungan rumit yaitu calon peserta politik mengumpulkan dengan menggunakan bilangan pembagi pemilih. Jenis sistemnya:
- Suara dipindahtangankan tunggal (Single Transferable Vote/STV)
- Perwakilan proporsional (Proportional Representative/PR)
- Daftar partai (Party-list)
- Daftar terbuka (Open-list)
- Daftar tertutup (Close-list)
- Daftar lokal (Local-list)
- Anggota proporsional campuran (Mixed Member Proportional/MMP)
Pelaksanaan Pemilu di Indonesia
didasarkan pada landasan berikut :
1. Landasan
Ideal, yaitu Pancasila, terutama sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
2. Landasan
Konstitusional; yaitu UUD 1945 yang termuat di dalam:
a. Pembukaan
Alinea ke empat.
b. Batang Tubuh pasal 1 ayat 2.
c. penjelasan
Umum tentang sistem pemerintahan Negara.
3. Landasan
Operasional; yaitu GBHN yang berupa ketetapan-ketetapan MPR serta peraturan
perundang-undangan lainnya.
2.2 Fenomena Pemilu
Legislatif dan Pemilu Eksekutif di
Indonesia
A. Fenomena Pemilu Legislatif di Indonesia
Pemilihan terhadap
anggota DPR, DPD dan DPRD merupakan pemilihan umum sebagai sarana perwujudan
kedaulatan rakyat dalam menghasilkan wakil rakyat yang aspiratif, berkualitas,
dan bertanggung jawab berdasarkan Pancasila dan Amandemen UUD 1945. Sebagai negara
yang berdemokrasi dalam menghargai hak-hak perorangan untuk memilih dan di
pilih adalah bentuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang memang sudah menjadi
bagian dari unsur-unsur ketatanegaraan. Undang-Undang tentang pemilihan
parlementer mengatur pelaksanaa pemilihan wakil rakyat secara efektif, dan
efisien yang berdasarkan asas langsung, umum, rahasia, jujur dan adil.
selanjutnya akan dijelaskan secara umum pemilu parlementer tahun 2014 yang
berdasarkan pada UU No. 8 Tahun 2012. Berikut fenomena yang terjadi menuju pemilu legislatif.
·
Fenomena Caleg
pindah Parpol
Berbeda dengan pemilu 2009 dimana
pesertanya berjumlah 38 parpol, pemilu 2014 nanti hanya akan diikuti oleh 12
partai politik. Hal tersebut mengakibatkan banyak politisi dan anggota dewan
baik di tingkat pusat maupun daerah yang pindah partai politik hanya untuk
mendapatkan tumpangan untuk Pemilu 2014 nanti dan mempertahankan posisinya
sebagai wakil rakyat. Caleg yang saat ini sedang menduduki posisi sebagai
anggota dewan diharuskan mengundurkan diri dari jabatannya apabila ingin pindah
partai. Yang membuat kita semakin berdecak adalah di beberapa daerah sejumlah
anggota Dewan ngotot mempertahankan hak-haknya (gaji, tunjangan) sebagai
anggota dewan meski sudah mengundurkan diri.
Nampaknya benar jika budaya tidak
tahu malu sangat lekat dengan anggota dewan. Yang lebih memprihatinkan
lagi adalah kenyataan bahwa sebagian besar anggota dewan kita adalah anggota
dewan yang oportunis, yang mementingkan keuntungan bagi dirinya ketimbang
kesungguhan dan pengabdian untuk memperjuangkan rakyat.
·
Fenomena Caleg
Selebriti
Fenomena ini sudah muncul dalam
pemilu 2004 dan 2009. Tercatat beberapa nama selebritis yang menjadi wakil
rakyat. Namun sepertinya jumlah artis yang mendaftar sebagai calon legislatif
semakin menjamur di pemilu 2014. Setidaknya ada 44 nama artis yang terdaftar
dalam daftar calon legislatif. Hal tersebut dapat mengancam kestabilan sistem
politik Indonesia apabila mereka terpilih, karena menurut beberapa pengamat
jumlah anggota legislatif dari kalangan selebritis yang mumpuni hanya beberapa
saja. Rendahnya kualitas legislatif akan berakibat pada lemahnya fungsi kontrol
terhadap eksekutif sehingga akan mengancam kestabilan sistem politik.
·
Banyaknya
Bacaleg Incumbent “pembolos” yang kembali nyaleg
Fenomena lain yang menarik dari
pemilu 2014 adalah banyaknya anggota dewan yang suka membolos, namun masih
mencalonkan diri sebagai caleg 2014. Lagi-lagi rasa malu seperti sudah hilang.
Memang hal ini secara legal tidak menyalahi aturan, namun secara etika politik
hal tersebut tetap tidak elok. Meskipun kualitas anggota dewan tidak diukur
semata-mata dari kehadirannya, namun kita tentu saja tidak menghendaki wakil
kita yang tidak disiplin.
·
Fenomena
Dibalik Perhitungan Cepat Pemilu Legislatif 2014
Hari Rabu kemarin jutaan orang berbondong-bondong datang ke
tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia. Dari DPT yang sekitar 186
juta orang diperkirakan setidaknya 75%-nya telah menjalankan hak untuk memilih
sejumlah 230.000 kandidat yang akan memperebutkan 20.000 kursi di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), DPRD dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pemilu hari
Rabu ini merupakan peristiwa yang penting karena juga akan menentukan siapa
yang bisa maju dalam pemilihan presiden pada bulan Juli nanti. Semua mata saat
ini tertuju pada partai oposisi terbesar PDI Perjuangan yang berdasarkan quick
count dari beberapa lembaga survey meraih suara terbanyak.
Dari hasil quick count yang diselenggarakan oleh CSIS-Cyrus
menunjukkan PDI-P meraih 19,36%, berada di peringkat pertama, di bawah dari
target partai sebesar 27%. Disusul kemudian oleh Partai Golkar dengan suara
sebesar 14,3%. Posisi ketiga adalah Partai Gerindra dengan perolehan suara
sebesar 11,8%. Lalu disusul berturut-turut oleh Partai Demokrat 9,6%, PKB
9,2%, PAN 7,5%. PKS berhasil meraih 6,9% dan menempati posisi di bawah PAN. Di
bawahnya PPP dengan suara sebesar 6,7%. Kemudian disusul Partai Hanura
5,5%, PBB 1,6%, dan PKPI 1,1%.
Rilis quick
count dari beberapa lembaga survey lainnya, seperti LSI, SRMC, atau media
Kompas, dll juga menunjukkan angka yang kurang lebih sama. Metode ini dalam
pemilu-pemilu sebelumnya terbukti cukup akurat untuk memprediksi hasil akhir
pemilu. Hasil resmi perhitungan suara versi Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan
diumumkan pada awal Mei.
Alfred Pakasi, Deputy Chairman dan CEO dari Vibiz Consulting menyampaikan ada
beberapa fenomena politik yang terjadi dari hasil quick count ini,
sebagai berikut. Pertama, telihat bahwa partai favorit kali ini PDIP memang
mengungguli tapi tidak mencapai angka minimum 20%. Ternyata “Jokowi Effect”
tidak terlalu berpengaruh dalam Pemilu Legislatif kali ini, kemungkinan
ini disebabkan kampanye partai yang kurang efektif atau negative campaign dari
partai lain yang menjadi efektif. Kedua, mengenai pencapaian Golkar yang cukup
tinggi, yaitu 14,3%, yang relative stabil dari hasil pemilu 2009. Ini
menunjukkan bahwa sebagai partai yang paling berpengalaman telah memiliki basis
massa yang cukup loyal. Fenomena ketiga adalah dengan hasil yang dicapai oleh
Gerindra yang melejit dari 4,4% di pemilu sebelumnya menjadi 11,8%, suatu
kenaikan hampir tiga kali lipat. Ini merupakan partai yang paling menyerap
limpahan dari partai yang sedang berkuasa saat ini. Nampaknya kampanye yang
dilakukan cukup efektif dimana isinya menjanjikan akan adanya perubahan.
Bagaimana dengan pandangan dari kacamata dunia bisnis?
Melihat kepada pencapaian Demokrat yang anjlok menjadi 9,6% setelah 10
tahun berkuasa, bisa jadi ini karena isyu korupsi yang telah menerpa para
petinggi partai. Nampaknya kalangan dunia bisnis menghendaki adanya perubahan,
suatu pemerintah yang lebih bersih dan berorientasi kepada karya nyata. Itu
pula agaknya yang mendongkrak perolehan suara pada khususnya partai PDIP dan
Gerindra.
Tentunya fenomena di atas tidak
menjadi masalah jika rakyat Indonesia menjadi pemilih yang cerdas di Pemili
2014 nanti. Wajah Indonesia setelah Pemilu 2014 nanti kitalah yang menentukan.
Jika kita menjadi pemilih pragmatis, yang pertimbangannya adalah materi dan
kepoluleran, semakin jauh dari pertimbangan yang bersifat nilai, maka mustahil
kita bangkit dari keterpurukan. Untuk itulah peran dari LSM, akademisi, dan
ormas sangat dibutuhkan guna memberikan pendidikan politik untuk rakyat, karena
partai politik tidak bisa lagi diandalkan.
B. Fenomena Pemilu Eksekutif di Indonesia
Pemilihan eksekutif atau presiden dan wakil presiden
merupakan sarana demokrasi secara langsung untuk menentukan pemimpin dalam
menjalankan roda pemerintahan untuk menuju kehidupan berbangsa dan bernegara
yang baik. Electoral presiden dan wakil presiden diatur dalam UU no. 42 tahun
2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Asas pemilihan umum
presiden dan wakil presiden dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, hanya sedikit penjelasan
sekitar pemilu presiden dan wakil presiden yang akan dijabarkan yaitu sekitar
penentuan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Pasal 8 dan 9 mengatur tentang penentuan
calon presiden dan wakil presiden,antaralain; Calon
presiden dan wakil presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh partai
politik atau gabungan partai politik;
Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 2,5 % (dua koma lima persen) dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden. Jadi, ketika seseorang ingin maju dalam bursa calon presiden dan wakil presiden harus, melihat dulu partai politik mana yang telah memenuhi syarat untuk bisa menjadikan kendaraan politik dalam pemilu presiden dan wakil presiden.
Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 2,5 % (dua koma lima persen) dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden. Jadi, ketika seseorang ingin maju dalam bursa calon presiden dan wakil presiden harus, melihat dulu partai politik mana yang telah memenuhi syarat untuk bisa menjadikan kendaraan politik dalam pemilu presiden dan wakil presiden.
2.3 Perbedaan dan Persamaan Pemilu Legislatif dengan
Pemilu Eksekutif di Indonesia
Tahun 2009
merupakan tahun yang menggembirakan bagi bangsa Indonesia karena tahun ini
merupakan salah satu wadah bagi perubahan indonesia ke arah yang lebih baik
lagi melalui pemilu di bidang legislatif maupun Eksekutif. masyarakat Indonesia
sangat berharap terutama saya pemuda penerus perjuangan idealisme agar
dalam pergantian para pemimpin dan wakil rakyat menjadi lebih baik daripada
pemerintahan yang lalu yang saya anggap belum maksimal, buktinya Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) banyak menyeret berbagai kasus korupsi ke meja
hijau yang melibatkan wakil dan pemimpin rakyat.
Semoga di
pemerintahan yang baru ini tidak akan terulang kembali masalah-masalah yang
memperburuk citra Indonesia di dalam maupun di luar negeri dan yang paling
dirugikan adalah rakyat. Seperti yang kita ketahui pemilu legislatif telah kita
jalankan pada 09 Mei 2009 yang lalu. terdapat berbagai perbedaan yang sangat
signifikan terhadap tata cara pemilihan. pada saat pemilu 2004 kita telah
menggunakan sistem coblos pada lambang, nama atau nomer urut partai tapi pemilu
2009 kita mendapatkan suatu sistem baru yaitu dengan cara mencontreng pada nama
calon legislatif, pandangan awal saya mungkin ini merupakan wajah baru dalam
menuju kedewasaan demokrasi di Indonesia.
Pandangan kami
ternyata tidak sepenuhnya benar, kita lihat bukti dilapangan sebagian besar
masyarakat Indonesia memilih dengan mencontreng nama parpol bukan pada nama
calon legislatif dan alasan yang paling banyak digunakan masyarakat yaitu
karena mereka belum kenal dengan para calan legislatif. masyarakat Indonesia
sebagian besar bersikap pasif sehingga mereka tidak terlalu perduli terhadap
kredibilitas calon. sedangkan untuk calon legislatif sendiri kurang
mempromosikan diri dengan berbagai cara sehingga antusiasme maayarakat kurang
tergugah.
Kejanggalan banyak terjadi pada saat pemilu legislatif 2009 kemarin, banyak
ahli politik mengatakan pemilu legislatif 2009 ini merupakan yang paling tidak
sempurna di bandingkann pemilu-pemilu sebelumnya. selain kejanggalan yang kita
lihat di atas terdapat banyak sekali pelanggaran yang belum terselesaikan
sampai-sampai Mahkamah Konstitusi (MK) mengagendakan rapat sebulan untuk
membahas berbagai pelanggaran yang ada di tubuh KPU maupun Parpol yang berbuat
curang. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai tidak serius dalam menghadapi Pemilu
legislatif kemarin dikarena terdapat berbagai kesalahan dalam mendata Daftar
Pemilih Tetap (DPT), tertukarnya surat suara dengan daerah lain sampai
kesalahan dalam menginput data dalam perhitungan manual untuk perolehan kursi.
Ini merupakan kesalahan fatal yang dilakukan KPU.
Setelah pemilu
Legislatif sudah selesai kita memasuki pemilu Eksekutif dengan memilih langsung
presiden dan wakil presiden. KPU menggunakan sistem treshold yang berarti hanya
parpol yang memperoleh suara diatas atau 20% saja yang bisa mencalonkan
kadernya untuk menjadi capres dan cawapres. belum lama ini KPU di datangi oleh
pasangan pertama yang medaftar yaitu Jusuf Kalla -Wiranto yang diusung oleh
Partai Golkar dan Hanura lalu disusul oleh pasangan Megawati – Prabowo yang
diusung oleh Parta PDI-P dan Gerindra sore harinya disusul oleh pasangan ketiga
yaitu Susilo Bambang Yudhoyono – Boediono yang diusung oleh parpol Demokrat,
PKS, PAN, PKB, PAN dan 21 parpol kecil lainnya. mudah-mudahan koalisi yang
mereka bentuk tidak hanya untuk bagi-bagi kekuasaan tapi untuk kepentingan
rakyat semata dan KPU dapat bertindak lebih sigap lagi.
Persamaaan dari pemilu legislatif
dan pemilu eksekutif adalah sama-sama dipilih oleh rakyat untuk memilih wakil
rakyat yang dapat mensejahterakan rakyat. Tetapi pada kenyataannya wakil rakyat
tidak mensejahterakan rakyatnya melainkan mensejahterakan dirinya sendiri
dengan korupsi dan lain sebagainya. Pada kenyataan, banyak kasus korupsi yang
semakin meresahkan masyarakat, yang penanganannya berlarut-larut sampai tidak
ada titik terangnya. Mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi mereka tanpa
memikirkan keresahan rakyat yang semakin parah.
Perbedaan dari pemilu legislatif
dengan pemilu eksekutif adalah dalam pemilu legislatif yang dipilih adalah
partai politiknya sedangkan orangnya ditentukan oleh partai. Seseorang yang
menjadi anggota dewan menjadi perpanjangan parpol tersebut. Anggota dewan bias
diberhentikan oleh partai dan bertanggung jawab utamanya kepada partai karena
merupakan perpanjangan partai maka dikenal istilah Pergantian antar Waktu,
untuk mengganti anggota dewan dengan
kader lain dari partai itu sendiri. Dalam suatu daerah pemilihan suatu partai
bias mengajukan 120% dari jumlah kursi yang diperebutkan. Ini untuk antisipasi
jika suatu saat anggota dewan tersebut di PAW karena berbagai alasan, seperti
mundur, meninggal, kena kasus, atau menduduki jabatan lain.
Sementara jabatan eksekutif, yang
dipilih adalah orangnya yang dicalonkan oleh partai, artinya partai mengajukan
figure atau orang untuk dipilih. Ketika sudah dipilih maka orang tersebut
bertanggung jawab utamanya kepada masyarakat pemilihnya. Jika yang bersangkutan
tidak meneruskan amanahnya maka diteruskan oleh wakilnya, kalau wakilnya tidak
bisa maka harus ada pemilihan ulang. Tidak ada istilah PAW dalam jabatan
eksekutif karena ganti orang maka ganti kebijakan.
BAB III
3.
Penutup
3.1.
Simpulan
Mempelajari mengenai pemilu sangatlah
penting karena sebagai warga Indonesia dimana merupakan Negara hukum yang
memilih pemerintah oleh rakyat, untuk rakyat, dan kepada rakyat. Oleh karena
itu, perlu diterapkan sejak dini untuk memperkenalkan kepada anak-anak
pentingnya memilih wakil pemerintahan yang akan melaksanakan tugas
mensejahterakan rakyatnya, memberantas korupsi, mengatasi masalah-masalah yang
ada pada Negara Indonesia, dan lain sebagainya. Demikian pula masyarakat harus
ikut serta dalam pemilu tersebut, memberikan suara mereka dengan mengurangi
angka golput supaya menjadikan contoh kepada generasi muda.
3.2 Saran
Harapan kami sebagai warga Indonesia yaitu semoga di ajang pesta demokrasi
rakyat ini benar-benar terpilih orang-orang yang perduli terhadap rakyat yang
tidak hanya untuk kekuasaan dan kepentingan pribadi baik untuk wakil rakyat
maupun pemimpin rakyat. semoga KPU bisa menjalankan tugasnya lebih baik lagi
untuk pemilihan presiden dan wakil presiden agar tidak ada lagi kekacauan
terhadap DPT atau yang lainnya. mudah-mudahan dengan pengalaman yang ada para
petinggi negara mendapatkan kedewasaan politik untuk menerapkan politik yang
sehat , jujur dan sportif agar terciptanya tujuan kita bersama yaitu menuju
Indonesia yang Jaya.
DAFTAR PUSTAKA
Algyogi, Husaini. 2013. Menuju Pemilu 2014. Dalam http://politik.kompasiana.com/2013/07/05/menuju-pemilu-2014-574459.html
Wijaya, Surya Rizki.2009. Pemilu Legisatif dan Eksekutif Indonesia. dalam http://rizkisuryawijaya.wordpress.com/2009/05/19/pemilu-legislatif-dan-eksekutif-indonesia-2009-2014/.
Wikipedia.
2014. Pemilihan umum. dalam Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
Bidada, Karbit. dalam KPU
Landasan Pemilu.htm
Uus,
Kang. 2012. Bedanya Jabatan Eksekutif dan
Legislatif. dalam
http://kanguus.wordpress.com/2012/08/14/bedanya-jabatan-eksekutif-dan-legislatif/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar